Kumpulan Informasi Hukum

Definisi Psikologi Hukum dan Pendapat Para Ahli

Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai definisi psikologi hukum dan pendapat para ahli mengenai psikologi hukum.


Pengertian Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum sebagai salah satu perwujudan perkembangan jiwa manusia. Psikologi hukum mempelajari perikelakuan atau sikap tindak hukum, yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan yang tertentu dan juga landasan kejiwaan dari perikelakuan atau sikap tindak tersebut.

Psikologi hukum ialah cabang studi hukum yang masih muda, ia lahir karena kebutuhan dan tuntutan kehadiran psikologi di dalam studi hukum, terutama kebutuhan di dalam praktik penegakan hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan di muka sidang hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan di muka persidangan. Walaupun demikian, perhatian psikologi hukum masih belum memadai karena belum adanya kesepakatan yang mantap mengenai ruang lingkupnya. Psikologi hukum di Indonesia masih di dalam taraf mencari batasan ruang lingkup sebagai pembahasan materi yang diharapkan dapat menjelaskan hubungan-hubungan hukum dengan faktor-faktor kejiwaan.

Menurut Soerjono Soekanto, hasil-hasil penelitian mengenai hubungan antara hukum dengan sektor kejiwaan, tersebar di dalam publikasi hasil-hasil penelitian berbagai ilmu pengetahuan. Pada umumnya hasil-hasil penelitian tersebut, melihat hubungan timbal-balik antara faktor-faktor tertentu dari hukum, dengan beberapa aspek khusus dari kepribadian manusia. Masalah yang ditinjau berkisar pada hal-hal sebagai berikut :
1. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaidah hukum.
2. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi dari pola-pola penyelesaian terhadap pelanggaran kaidah hukum.
3. Akibat-akibat dari pola-pola penyelesaian sengketa tertentu.


Ruang Lingkup Psikologi Hukum meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Psikologi mengenai terbentuknya norma (kaidah hukum).
2. kepatuhan atau ketaatan terhadap kaidah hukum.
3. Perilaku menyimpang.
4. Psikologi di dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.


Objek penelitian psikologi hukum ialah fenomena hukum, yaitu kajian yang memandang hukum sebagai realitas, meliputi kenyataan sosial, kultur dan lain-lain. Artinya, kajian empiris mengkaji law in action (das sein) yang pendekatannya bersifat deskriptif.

Psikologi hukum menurut Soerjono Soekanto menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan perkembangan jiwa manusia. Ilmu ini mempelajari perilaku hukum yang merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu dan landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut.

Secara lebih spesifik, karakteristik pendekatan psikologi terhadap hukum, menurut Lawrence Wrightsman menekankan faktor psikologis yang memengaruhi perilaku individu atau kelompok pada setiap tindakan hukum. Contohnya, sikap atau perilaku polisi di dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah dan mengatasi terjadinya pelanggaran dan kejahatan, perilaku jaksa di dalam melakukan peyidikan, penahanan dan penuntutan terhadap tersangka, perilaku atau sikap hakim di dalam memeriksa, mengadili dan dalam menjatuhkan putusannya. Kondisi psikologi hakim dapat memberikan pengaruh kepada putusannya, ataupun terhadap tindakan aktor-aktor atau penegak hukum lainnya.

Menurut Craig Haney, psikologi hukum mengkaji keterkaitan psikologi dengan UU. Hubungan psikologi dan UU (psychology in the law) merupakan aplikasi psikologi yang tampak pada sistem hukum. Dalam situasi seperti ini, para juris menggunakan psikolog untuk kasus-kasus spesifik, seperti menyuruh memberikan kesaksian mengenai kondisi mental seorang terdakwa atau berkonsultasi dengan para pengacara di dalam menyeleksi juri seperti di dalam sistem peradilan di negara Anglo Saxon.

Psikologi dapat digunakan untuk mengubah doktrin hukum dan mengganti sistem yang di dalamnya hukum dikembangkan dan ditangani. Pada sisi lainnya, psikologi mengenai UU menaruh perhatian pada hukum sbagai determinan perilaku, mengenai pengaruh UU (hukum) terhadap masyarakat dan pengaruh masyarakat terhadap UU. Psikologi mengenai hukum mengkaji ketidakadilan sosial dan berusaha memahami fiksi-fiksi atau dugaan-dugaan hukum yang berkembang dan kebijakan-kebijakan yang dianggap berbahaya atau menimbulkan bencana. Contohnya ketika Michael J Saks dan Reid Hastie, menjelaskan mengenai perilaku hakim yang dapat memengaruhi tuntutan jaksa.

Secara sepintas, kajian psikologi hukum seolah-olah merupakan bagian dari kajian sosiologi hukum, tetapi dilihat dari objek kajiannya, tampak adanya perbedaan antara keduanya. Sekalipun demikian, sebagian pakar hukum menempatkan posisi psikologi hukum sebagai bagian dari psikologi sosial. Terlepas dari perbedaan itu, karakteristik kajian psikologi hukum berbeda dengan pendekatan atau kajian empiris lainya.

Hubungan psikologi dan hukum merupakan mitra yang sejajar di dalam melakukan analisis terhadap sistem peradilan, terutama di dalam melakukan riset mengenai kebijakan-kebijakan hakim, penetapan hakim dan putusan hakim.

Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa pendekatan psikologi hukum perlu dipahami di dalam konteks perilaku bahwa hukum itu terjabarkan di dalam perilaku anggota masyarakat, baik para penegak hukum maupun rakyat biasa. Hal ini yang menyebabkan Oliver Wonder Holmes menyatakan bahwa hukum itu bukan logika, melainkan pengalaman.

Menurut Michael J Saks dan Reid Hastie, perilaku yang berbeda dari para aktor yang terlibat di dalam proses peradilan, tidak memungkinkan lahirnya putusan yang netral. Untuk memahami perilaku setiap aktor hukum maka digunakan pendekatan psikologi hukum.

Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai definisi psikologi hukum dan pendapat para ahli mengenai psikologi hukum, tulisan tabir hukum mengenai definisi psikologi hukum dan pendapat para ahli mengenai psikologi hukum dapat bermanfaat.

Sumber : Tulisan Tabir Hukum :

- Wawan Muhwan H, 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Yang menerbitkan Pustaka Setia : Bandung.
Gambar Artikel Definisi Psikologi Hukum